Senin, 13 Desember 2010

pancasila sebagai etika politik


PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK


A.     Pengertian Nilai, Norma dan Moral
Nilai atau “value” (bahas Inggris) termasuk bidang kajian filsafat, persoalan-persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai (Axiology, theory of value). Filsafat sering juga diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya “kebiasaan” (wath) atau kebaikan (goodness) dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tentu dalam menilai atau melakukan penilaian (Frankena, 229)
Di dalam dictionary of sosciology and related sciences dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Jadi nilai itu pada hakekatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri.
Nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam empat tingkat sebagai berikut:
1.      Nilai kenikmatan
2.      Nilai kehidupan
3.      Nilai kejiwaan
4.      Nilai kerohanian


B.     Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
Notonagroho berpendapat bahwa nilai-nilai Pancasila tergolong nilai-nilai kerokhanian, tetapi nilai-nilai kerokhanian yang mengakui adanya nilai-nilai material dan nilai vital. Dengan demikian nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis, baik nilai material, nilai vital, nilai kebendaan, nilai keindahan, nilai estetis, nilai kebaikan dan nilai moral maupun nilai kesucian yang sistematika, cirikhas yang dimulai dari sila ketuhanan yang maha esa sebagai dasar sampai dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai tujuan (Darmodiharjo, 1978)
Moral merupakan suatu ajaran-ajaran ataupun wajangan-wajangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan baik lisan maupun tulisan tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak menjadi manusia yang baik, adapun pihak lain etika adalah suatu  cabang  filsafat yaitu suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral tersebut (Krammer. 1998 dalam Darmodihardjo, 1996).

C.     Pancasila sebagai Sistem Etika
Pengelompokkan etika sebagaimana dibahas dimuka, dibedakan ats etika umum dan etika khusus, etika umum membahas prinsip-prinsip dasar bagi segenap tindakan manusia sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan kewajiban manusia dalam berbagai lingkup kehidupannya, etika khusus dibedakan menjadi pertama : etika individual yang membahas tentang kewajiban manusia sebagai individu terhadap dirinya sendiri, serta melalui suara hati Tuhannya. Dan kedua etika sosial membahas kewajiban serta norma-norma  moral yang seharusnya dipatuhi dalam hubungan dengan sesama manusia, masyarakat bangsa dan negara etika sosial memuat banyak etika yang khusus mengenai wilayah-wilayah kehidupan manusia tertentu, misalnya etika keluarga, etika profesi, etika lingkungan, etika pendidikan, etika seksual dan termasuk juga etika politik yang menyangkut dimensi politis manusia.

D.    Pancasila sebagai etika politik  
Negara Indonesia yang berdasarkan sila I Ketuhanan Yang Maha Esa bukan negara teokrasi yang mendasarkan kekuasaan negara dan penyelenggara negara pada legitimasi religius dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan (1) asas legalitas (legitimasi hukum) yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku (2) disahkan dan dijadikan secara demokraris (legistimasi demokratis) dan (3) dilaksana dengannya (legistimasi moral) (lihat Suseno, 1987: 115)
Pancasila pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, baik menyangkut kekuasaan kebijaksanaan yang menyangkut publik. Pembagian serta kewenangan kemanusiaan (sila II) hal ini dipertegas oleh Hatta Tatkala menirikan negara bahwa negara harus berdasarkan moral ketuhanan dan moral kemanusiaan agar tidak terjerumus ke dalam machtsstaats atau negara kekuasaan.